CITY BRANDING UNTUK PEMDA: PERLUKAH ?

Wednesday, December 12, 2007

Pernah dengar "Uniquely Singapore", “Malaysia Truly Asia” atau “Yogya Never Ending Asia” ? Saya yakin kita pasti pernah mendengarnya, atau bahkan mengingatnya.

Ya, itu adalah salah satu strategi suatu wilayah seperti Negara, Provinsi, Kabupaten, atau Kota untuk memiliki positioning yang kuat dan dapat dikenal secara luas di seluruh dunia. Upaya ini yang disebut sebagai City Branding.



Dalam dunia bisnis, Brand atau merk sangat menentukan keberhasilan suatu perusahaan. Makanya banyak perusahaan mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk dapat mempromosikan brand-nya ke masyarakat luas. Dengan kata lain agar brand-nya dapat menjadi Brand Equity.

Di sektor publik, diakui atau tidak, dengan penerapan otonomi daerah dan semakin nyata serta meluasnya trend globalisasi saat ini, daerah pun harus saling berebut satu sama lain dalam hal:
- Perhatian (attention)
- Pengaruh (influence)
- Pasar (market)
- Tujuan Bisnis & Investasi (business & investment destination)
- Turis (tourist)
- Tempat tinggal penduduk (residents)
- Orang-orang berbakat (talents), dan
- Pelaksanaan kegiatan (events)

Oleh karena itu sebuah daerah membutuhkan Brand yang kuat. Secara definisi, City Brand adalah indentitas, symbol, logo, atau merk yang melekat pada suatu daerah.

Sebuah pemda harus membangun Brand (brand building) untuk daerahnya, tentu yang sesuai dengan potensi maupun positioning yang menjadi target daerah tersebut.



Banyak keuntungan yang akan diperoleh jika suatu daerah melakukan City Branding, antara lain:
1. Daerah tersebut dikenal luas (high awareness), disertai dengan persepsi yang baik
2. Dianggap sesuai untuk tujuan-tujuan khusus (specific purposes)
3. Dianggap tepat untuk tempat investasi, tujuan wisata, tujuan tempat tinggal, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan (events)
4. Dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan keamanan yang tinggi


LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT CITY BRANDING YANG KUAT

Brand atau merk yang legendaris dan mampu bertahun puluhan bahkan ratusan tahun, tidak muncul begitu saja. Tetapi mereka melakukan langkah-langkah yang terencana, jelas, dan berbeda dengan para pesaingnya.

Demikian juga agar mempunyai Brand yang kuat, sebuah daerah harus memiliki karakteristik khusus yang bisa dijelaskan dan diidentifikasikan. Misalnya tampak fisik kota, pengalaman orang terhadap daerah tersebut, dan penduduk seperti apa yang tinggal di daerah tersebut.

Langkah-langkah utama dalam membangun City Branding yang kuat adalah sebagai berikut:



Mapping Survey; meliputi survey persepsi dan ekspektasi tentang suatu daerah baik dari masyarakat daerah itu sendiri maupun pihak-pihak luar yang mempunyai keterkaitan dengan daerah itu.

Competitive Analysis; melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri.

Blueprint; penyusunan cetak biru atau grand design daerah yang diinginkan, baik logo, semboyan, ”nick names”, ”tag line”, da lain sebagainya beserta strategi branding dan strategi komunikasinya.

Implementation; pelaksanaan grand design dalam berbagai bentuk media, seperti pembuatan media center, pembuatan events, iklan, dan lain sebagainya.


Beberapa contoh kota di dunia yang dianggap memiliki City Brand yang kuat adalah New York, Paris, dan San Francisco. Mengapa kota-kota tersebut dianggap memiliki City Brand yang kuat ? Karena kota-kota itu memiliki kualifikasi yang harus dimiliki oleh suatu brand yang kuat, yaitu mempunyai sejarah, kualitas tempat, gaya hidup, budaya, dan keragaman yang menarik dan bisa dipasarkan.

Kesimpulannya, pemda-pemda di Indonesia, baik level provinsi, kabupaten, atau kota perlu melakukan City Branding, agar daerahnya bisa makin dikenal, sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya makin meningkat.

Bagaimana pak Gubernur, pak Bupati, dan pak Walikota ? Segeralah take action !

AddThis Social Bookmark Button


REFORMASI PEMBANGUNAN: BELAJAR DARI KOTA BOGOTA (1)

Saturday, September 08, 2007

Reformasi pembangunan di negeri ini nampaknya sudah menjadi keharusan. Mengapa ? Kemiskinan & pengangguran ada dimana-mana, bahkan tiap tahun terus bertambah. Jurang kesenjangan antara yang kaya dan miskin makin melebar. Kebijakan pemerintah yang kurang pro rakyat. Kemacetan makin menggila. Banjir menjadi langganan. Penataan kota yang semrawut. Pelayanan publik yang tidak jelas arahnya. Dan masih panjang lagi jika kita buat daftarnya.

Nah, kita coba benchmark dengan pembangunan kota Bogota. Sebuah kota yang merupakan ibukota negara Colombia, di Amerika Selatan. Mungkin kita sempat mengenal Colombia sebagai negara dunia ketiga yang menjadi tempat transaksi narkoba & senjata gelap.

Ternyata dengan suatu konsep reformasi pembangunan-nya, mereka menjadi merubah wajah ibukota negaranya yang tadinya terkesan kumuh menjadi kota yang nyaman bagi warganya.

Saya akan menjelaskannya dalam beberapa seri tulisan. Semoga kita dapat banyak memetik pelajaran & bisa menjadi inspirasi bagi para pengambil kebijakan di negeri ini. Selamat menikmati !

Sekilas data-data tentang kota Bogota (sebelum dilakukan reformasi pembangunan). Populasi penduduk 6,6 juta jiwa dengan luas 34.000 Ha. Berada di ketinggian 2.600 MDPL, sehingga dikategorikan beriklim sejuk. Kepadatan penduduk 210 jiwa/Ha, dengan kondisi permukiman 50% illegal. Kondisi rumah sekitar 20% berlantai tanah.

Selain itu anak jalanan di usia sekolah, tingkat kesehatan & gizi rendah, transportasi kebanyakan menggunakan sepeda, serta tingkat kriminalitas cukup tinggi. Banyak jalan tanah di tengah-tengah kota.

Bahkan saat menjelang pemilihan walikota baru, sebagian besar masyarakat sangat pesimis walikota yang baru bisa memperbaiki kota Bogota menjadi lebih baik.

Tapi hanya dalam waktu 3 tahun, sikap masyarakat Bogota tersebut berubah. Mereka mulai peduli, tumbuh rasa memiliki, dan bangga sebagai warga. Bagaimana hal ini bisa terjadi ?

Karena Walikota yang baru menerapkan ”Konsep pembangunan yang menghargai harkat hidup & martabat manusia.” Konsep pembangunan tersebut dijadikan alat untuk membangkitkan kesetaraan dan kesatuan sosial. Mereka juga menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Demokrasi di sini diartikan adanya kesetaraan dalam hukum, serta mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau perorangan.

AWAL PERUBAHAN ADALAH REFORMASI LAHAN (LAND REFORM)

Apa saja yang dilakukan pemerintah kota Bogota dalam kebijakan land reform ?

1. Sebagai langkah awal, pemerintah menyusun profil & peta kawasan kumuh yang lengkap dan detail. Ini merupakan syarat wajib dalam rangka pengentasan kemiskinan.
2. Pemerintah kota Bogota membangun Taman Kota yang berlokasi di pinggiran kota.
3. Membangun Rumah Susun (rusun) bagi keluarga miskin.
4. Membangun sekolah, perpustakaan umum, & tempat penitipan anak di tengah-tengah kawasan kumuh. Ketiga bangunan tersebut didesain dengan kualitas dan cita rasa yang tinggi




Kondisi gedung Perpustakaan Umum:


Playgroup mewah untuk anak-anak keluarga miskin:



5. Mengubah taman yang selama ini dimiliki kelompok warga elit menjadi ruang publik.




Taman milik kelompok warga elityang diubah menjadi ruang publik


Pemkot Bogota sangat serius dalam membangun ruang publik. Mengapa ? Sebabnya adalah karena di dalam ruang publik, kita menemukan kesetaraan tanpa batas. Miskin atau kaya, pejabat atau rakyat jelata, profesor atau tukang becak , di ruang publik semuanya menjadi sama.

Pemandangan (public view) juga dikategorikan ruang publik. Sehingga sesuatu yang dianggap bisa merusak pemandangan harus ditata dan dibersihkan. Seperti pagar-pagar illegal dan papan reklame yang merusak estetika.


Beberapa contoh ruang publik yang dibangun pemkot Bogota:






To be continued......

AddThis Social Bookmark Button


MERANCANG PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN BEKASI

Sunday, July 22, 2007

Rekan-rekan sekalian, sebulan belakangan ini, saya dengan beberapa teman diminta membantu Bupati Bekasi yang baru terpilih melalui pilkada langsung untuk merancang program pembangunan untuk lima tahun ke depan atau sering disebut RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah).

Hal ini dilakukan agar selama lima tahun pemerintahan ke depan, sudah ada panduan yang jelas terhadap arah pembangunan yang harus dikerjakan.

Pekerjaan ini cukup menguras energi. Mulai dari menganalisis data, survei ke lapangan, dialog dengan berbagai stakeholder (pejabat pemda, ulama, pengusaha, mahasiswa, LSM, tokoh masyarakat, dll), paparan di depan Bupati dan Wakil Bupati, sampai tahap finalisasi.

Memang tidak mudah menjalankan amanah ini. Karena ternyata data-data yang kami butuhkan tidak bisa kita dapatkan dengan gampang. Selain itu kami harus bisa menterjemahkan visi dan misi dari Bupati terpilih. Yang paling berat sebenarnya adalah lebih disebabkan tanggungjawab dari hasil pekerjaan ini, yaitu keberhasilan pembangunan kabupaten Bekasi lima tahun ke depan harus bisa tergambar dalam RPJMD ini. Dan tentunya hasil pembangunan harus bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Alhamdulillah, berkat dukungan semua pihak, akhirnya pekerjaan berat tersebut bisa saya lalui dengan baik. Tinggal pelaksanaannya. Pak Bupati pun tetap meminta agar saya dan tim tetap membantu beliau untuk mengawal perencanaan tersebut agar dapat terimplementasi secara baik. Wallahu’alam bish showab.

AddThis Social Bookmark Button


Alun-Alun sebagai Sarana Berkumpul Rakyat: Belajar dari Purbalingga

Saturday, May 05, 2007

Belakangan ini saya cukup sering bolik-balik Jakarta - Purbalingga dikarenakan suatu pekerjaan. Selama di Purbalingga, ada hal menarik yang sempat mencuri perhatian saya. Yaitu pak Bupati Purbalingga membuat kebijakan untuk memanfaatkan keberadaan Alun-Alun yang berada di tengah-tengah kota sebagai sarana untuk aktivitas masyarakat.
Aktivitas tersebut dimulai sejak sabtu malam hingga minggu pagi. Sabtu malam biasanya diisi dengan berbagai acara hiburan, mulai dari musik, wayang, hingga tabligh akbar. Paginya mulai sehabis subuh, dipakai untuk olahraga. Untuk itu pihak pemkab menyediakan berbagai sarana, antara lain ring basket, net sepak takraw, instruktur senam aerobik.

Praktis dengan acara-acara itu rakyat menyambut dengan antusias. Ada yang memang berniiat untuk mengikuti acara-acara tersebut, ataupun hanya sekedar nongkrong sambil bersantai bersama teman atau keluarga.

Dampak yang saya rasakan dengan kebijakan tersebut adalah rakyat menjadi senang. Karena memang pada dasarnya manusia senang dengan hiburan dan senang untuk bisa berkumpul. Sehingga bupati pun makin populer dan dicintai warganya. Satu terobosan kebijakan yang sangat bagus dan tanpa harus menghabiskan anggaran yang besar !

Berikut beberapa contoh suasana di sekitar alun-alun yang sempat saya rekam:











Para remaja asyik main basket

Masyarakat ikut senam aerobik massal
Orang dewasa main sepak takraw

Beberapa keluarga sarapan sambil lesehan & menonton senam aerobik

AddThis Social Bookmark Button


LANGKAH-LANGKAH PENCEGAHAN & PEMBERANTASAN KORUPSI

Monday, December 11, 2006

Pada dasarnya penyebab korupsi bisa kita batasi terhadap dua hal, yaitu:
1) Sumber Daya Manusia
2) Sistem

Oleh karena itu, dalam melakukan pencegahan & pemberantasan korupsi sangat perlu difokuskan pada dua hal tersebut.

I. PENCEGAHAN KORUPSI
Pencegahan artinya adalah tindakan preventif. Kita perlu merancang berbagai program dalam rangka tindakan preventif tersebut.

Beberapa usulan program-program preventif:

1. Pembinaan Mental Spiritual Aparat Pemda
Aspek moralitas dari para aparat pemda merupakan kunci sukses (key success factor) dari pencegahan korupsi. Karena, sebaik apapun sistem yang dimiliki, jika moral dari para aparat pelaksananya tidak baik, maka sistem tersebut tidak akan bisa berjalan secara efektif.

Inti dari program ini adalah melakukan program ‘penguatan moral’ secara masal dan sistematis kepada seluruh pegawai pemda di setiap level jabatan. Hal tersebut harus diprogramkan secara formal, khususnya melalui program di Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

Program tersebut juga harus dikemas secara baik & elegan, bukan sekedar melakukan ceramah secara konvensional (dikhawatirkan akan terjadi kebosanan). Tetapi harus dilakukan melalui metode dan visualisasi yang menarik.

Yang perlu diingat, program ini harus dilakukan secara terus-menerus (kontinyu), sistematis, dan bertahap. Kita tidak bisa mengharap seorang manusia akan bisa berubah secara cepat dan drastis. Tetapi jika program ini dilaksanakan secara konsisten, maka diprediksi dalamm waktu 2 tahun akan mulai terlihat perubahan ke arah yang lebih baik.

2. Pembentukan Tim Khusus Pemberantasan Korupsi
Sebagai langkah strategis, perlu dibentuk tim yang memiliki tugas khusus di bidang pemberantasan korupsi. Tim ini memiliki tugas & wewenang mengidentifikasi, mengumpulkan informasi & bukti, serta melakukan pemeriksaan atas indikasi tindakan korupsi yang terjadi di lingkungan pemda.

Tim ini juga perlu bekerjasama dengan semua unsur auditor, baik auditor internal (Bawasda) maupun eksternal (BPK, BPKP, & KAP)

3. Pembuatan Pusat Pengaduan Tindak Korupsi
Tujuan dibentuknya hal ini adalah agar semua elemen yang ada di masyarakat dapat terlibat dalam pemberantasan korupsi, seperti: LSM, tokoh masyarakat, dan setiap pihak yang concern terhadap hal ini.

Pusat Pengaduan Tindak Korupsi berada di bawah koordinasi Tim Khusus Pemberantasan Korupsi di atas.

Saluran pengaduan bisa dilakukan dengan melalui Kotak Pos atau datang langsung. Pihak yang melakukan pengaduan harus dijamin kerahasiaannya.

4. Penerapan fit & proper test bagi calon pejabat
Setiap calon pejabat yang akan diangkat harus melalui uji kelayakan & kepatutan (fit & proper test), yang dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah.

Test mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Kompetensi yang dimiliki (knowledge, skill, attitude)
- Visi, Misi, & rencana program kerja
- Aspek moral hazard

5. Kontrak Politik antara Kepala Daerah Kepala Daerah dengan pejabat Eselon I & II (Sekda, Asisten Sekda, Kepala Biro/Bagian, Dinas, Kantor, Badan)
Setiap calon pejabat eselon I yang lulus fit & test, diwajibkan menandatangani Kontrak Politik yang isinya antara lain mengatur tentang komitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi beserta sanksi jika terbukti melanggar.

Kemudian setiap pejabat eselon satu dianjurkan juga untuk melakukan kontrak politik dengan pejabat di bawahnya.

6. Kontrak Politik antara Kepala Daerah dengan Direktur Utama BUMD/Perusda
Setiap calon Direktur Utama yang lulus fit & test, diwajibkan menandatangani Kontrak Politik yang isinya antara lain mengatur tentang komitmen untuk melakukan pemberantasan korupsi beserta sanksi jika terbukti melanggar.

Kemudian setiap Direktur Utama dianjurkan juga untuk melakukan kontrak politik dengan pejabat di bawahnya.

7. Perbaikan Struktur Organisasi
Harus dilakukan kajian yang mendalam terhadap struktur organisasi yang saat ini ada, dengan tujuan memetakan titik-titik lemah dari struktur tersebut. Karakteristik struktur organisasi yang baik adalah harus bisa mencapai visi, misi, tujuan, dan rencana strategis Pemda, dengan tetap memperhatikan aspek efisiensi & efektivitas, termasuk dapat meminimalkan peluang terjadinya korupsi.

Salah satu contoh adalah disatukannya fungsi-fungsi keuangan yaitu Biro/Bagian Keuangan, Dinas Pendapatan, dan Biro/Bagian Perlengkapan menjadi Badan Keuangan & Kekayaan Daerah.

Salah satu referensi yang dapat dijadikan acuan adalah PP No. 8 Tahun 2003 tentang Perangkat Daerah, serta berbagai literatur tentang organisasi yang baik.

8. Perbaikan Sistem Kepegawaian
Perbaikan ini mencakup:
- Tugas Pokok & Fungsi dari setiap Biro/Bagian, Dinas, Badan, & Kantor
- Sistem rekruitmen
- Sistem reward & punishment
- Sistem Career Planning

Tujuan dari hal ini adalah agar terjadi transparansi dalam pengelolaan SDM. Salah satu landasan sistem kepegawaian yang baik adalah berbasis kompetensi (yaitu knowledge, skill, attitude).

9. Perbaikan Sistem di setiap BUMD/Perusda
Salah satu celah korupsi adalah di lingkungan BUMD/Perusda. Diharapkan dengan adanya perbaikan sistem kerja, akan terwujud transparansi & akuntabilitas dalam pengelolaannya, serta menghasilkan BUMD/Perusda yang sehat & dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan daerah.

Perbaikan sistem ini meliputi semua fungsi manajemen, yaitu:
- Perencanaan
- Pengorganisasian
- Pertanggungjawaban
- Pengawasan

10. Insentif tambahan aparat pemda atas prestasi kerja (kinerja)
Kita mengetahui bahwa saat ini pendapatan resmi (gaji pokok & tunjangan) yang diterima oleh pegawai pemda dapat dikatakan ‘kurang’ untuk dapat hidup secara layak & wajar. Kondisi ini pada akhirnya menciptakan ‘justifikasi’ untuk melakukan korupsi.

Dalam era otonomi, dimungkinkan Kepala Daerah membuat kebijakan menambah pendapatan bagi para pegawainya dalam bentuk insentif, dengan suatu mekanisme yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Sebaiknya insentif ini diberikan berdasarkan prestasi kerja yang dilakukan & disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

Diharapkan dengan adanya insentif tersebut, dapat mengurangi perilaku orang untuk melakukan korupsi.

11. Pengkajian terhadap Standar Kelayakan Hidup Minimum Setempat
Agar program insentif tambahan sebagaimana di atas dapat berjalan secara baik salah satu pendukungnya adalah dimiliknya data tentang Standar Kelayakan Hidup Minimum Setempat. Dengan data tersebut, kita akan mengetahui berapa pendapatan yang seharusnya diterima seorang pegawai di setiap level jabatan.

12. Pembuatan Parameter Kinerja
Salah satu alat kontrol dari Kepala Daerah kepada para bawahannya adalah dengan Parameter Kinerja untuk setiap Satuan Kerja. Hal ini juga akan memudahkan dalam menentukan apakah seseorang memiliki kinerja baik atau tidak.

Dengan adanya parameter kinerja, diharapkan setiap pimpinan satuan kerja akan lebih terarah & terpacu untuk mencapainya, dan dikaitkan dengan insentif tambahan sebagaimana di atas.

13. Pembuatan Standar Pelayanan Minimum masing2 satuan kerja
Sudah seharusnya jika setiap Pemda memiliki Standar Pelayanan Minimum untuk masing-masing satuan kerja, sebagaimana diamanahkan peraturan perundang-undangan. Hal ini juga merupakan salah satu bagian dari parameter kinerja sebagaimana dimaksud dalam point 12.

14. Penerapan Keppres 80/2003 & 61/2004 tentang Pengadaan Barang & Jasa
Dalam setiap pengadaan barang & jasa di lingkungan Pemda & BUMD/Perusda, harus mengacu kepada Keppres di atas.

Dengan diterapkannya keppres tersebut secara baik, diharapkan akan didapatkan rekanan yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan, sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat lebih terjamin.

15. Penetapan Standar Harga Barang & Jasa yang wajar
Salah satu unsur penting dalam pengadaan barang & jasa di lingkungan Pemda adalah Standar Harga Barang & Jasa yang wajar dan ditetapkan dengan SK Kepala Daerah. Standar Harga tersebut dibuat dengan melakukan kajian & dijadikan patokan oleh semua pihak yang berkepentingan.

16. Penerapan Sistem Kerja Berbasis IT, terutama di Biro/Bagian Keuangan (BKKD), Badan Kepegawaian Daerah, dan Satker yang Berhubungan dengan Pelayanan Publik
Teknologi Informasi merupakan alat bantu agar pekerjaan dapat dilaksanakan secara efisien, efektif, dan menghasilkan output yang lebih cepat dan akurat, dan mengurangi human error. Selain itu, dengan penerapan sistem berbasis IT yang baik, akan mengurangi peluang korupsi.

17. Pembuatan Mekanisme kontrol terhadap dana2 Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan
Salah satu titik rawan korupsi adalah penggunaan dana-dana Dekonsentrasi & Tugas Pembantuan. Hal ini dikarenakan dana-dana tersebut tidak termasuk yang dipertanggungjawabkan melalui mekanisme APBD, tetapi langsung ke pemerintah pusat (Departemen teknis terkait).

Oleh karena itu perlu disusun mekanisme kontrol, agar aliran & penggunaan dana-dana itu lebih efisien, tepat sasaran, dan dapat dipertanggungjawabkan secara lebih transparan.


II. PEMBERANTASAN KORUPSI
Yang dimaksud di sini adalah tindakan-tindakan yang bersifat kuratif.

Beberapa usulan program-program kuratif:

1. Revitalisasi peran BAWASDA
Bawasda adalah auditor internal Pemda. Bawasda selama ini terkesan merupakan tempat orang-orang buangan. Padahal jika difungsikan sebagaimana mestinya, Bawasda dapat menjadi alat yang cukup ampuh dalam pemberantasan korupsi, yaitu dengan menjalankan fungsi pengawasan & audit.

Beberapa jenis audit yang harus dilakukan adalah:
a. Audit Kinerja
b. Audit Keuangan
c. Audit Khusus

Oleh karena itu, harus dipilih SDM yang memiliki kompetensi & moral yang baik.

2. Kerjasama dengan unsur Auditor Eksternal
Yang dimaksud dengan auditor eksternal adalah:
a. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Menurut peraturan perundang-undangan, laporan keuangan pemda & BUMD harus diaudit oleh BPK.
b. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan & Pembangunan)
Peran BPKP lebih diarahkan untuk menjalankan fungsi audit kinerja.
c. KAP (Kantor Akuntan Publik)
Peran KAP lebih diarahkan untuk menjalankan fungsi audit keuangan & kinerja BUMD/Perusda.

Salah satu fungsi auditor eksternal adalah dapat memberikan second opinion tentang kondisi pemda.

3. Kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum Terkait
Sebagai langkah pamungkas jika ada aparat pemda yang terindikasi kuat atau terbukti melakukan tindak pidana korupsi, maka Kepala Daerah harus bekerjasama dengan pihak-pihak: a. Kepolisian
b. Kejaksaan
c. Pengadilan
d. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

AddThis Social Bookmark Button


4 PILAR PEMBANGUNAN

Sunday, October 29, 2006

Kebijakan pemberlakuan otonomi membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan yang dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung yang diselenggarakan sejak tahun 2005 ini, membuat kepala daerah terpilih mendapat legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota DPRD.

Tentunya kepala daerah hasil pilkada langsung ini membuahkan harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang akan makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Kekuatan visi & kompetensi kepala daerah terpilih menjadi salah satu penentu, di samping faktor-faktor lain. Tantangan terberat bagi kepala daerah terpilih adalah melaksanakan visi, misi, dan janji-janji semasa kampanye, yang hampir semuanya pasti baik.

Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki dan disiapkan oleh seorang Kepala Daerah agar visi membangun dan mensejahterakan rakyatnya menjadi kenyataan. Empat hal itulah yang disebut dengan 4 Pilar Pembangunan. Disebut empat pilar pembangunan karena dengan 4 hal ini diharapkan seorang kepala daerah dapat menjalankan perannya dalam membangun daerahnya bisa optimal.

Pilar Pertama: Sumber Daya Manusia (SDM)

Mengapa SDM ? Karena pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu. SDM seperti apa yang diperlukan ? Yaitu SDM yang memiliki: moral yang baik (good morality), kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial (managerial skill), dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang kepala daerah perlu didukung oleh aparat yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan & fungsinya.

Moral yang baik menjadi prasyarat utama. Karena tanpa moral yang baik, semua kebijakan, sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan menjadi sia-sia. Tentunya kita menyaksikan terjadinya krisis moneter yang dimulai tahun 1997 lalu, kemudian krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, dan masih terus berlanjut yang hingga sekarang masih dirasakan dampaknya. Sebab utama terjadinya krisis itu tidak lain adalah rendahnya moral sebagian pengambil kebijakan negeri ini.

Moral yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja. Saat ini tuntutan penerapan 3G (Good Government Governance) terus-menerus digaungkan oleh berbagai pihak. Penerapan prinsip-prinsip transparansi & akuntabilitas tanpa didukung oleh aparat yang bermoral baik, pada akhirnya hanya akan berhenti di tingkat wacana saja.

Oleh karena itu, sejak awal dilantik, seorang kepala daerah harus segera menyiapkan aparatnya dalam aspek moral ini. Termasuk menjadikan dirinya sebagai teladan bagi semua bawahannya.

Moral yang baik belumlah cukup, tapi juga harus diimbangi dengan kompetensi. Yaitu kemampuan di bidang kepemimpinan, manajerial, dan teknis. Untuk mencapai kompetensi yang diperlukan, tidak terlepas dari sistem kepegawaian yang diterapkan. Model manajemen SDM berbasis kompetensi nampaknya menjadi keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus menjadi perhatian.

Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu dari mental penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya kerja yang proaktif & cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.

Pilar Kedua: Kebijakan

Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada berbagai stakeholder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah.

Kepala daerah antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya.

Hal ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004, yang mengamanatkan kepala daerah untuk menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), yang menjabarkan visi & misinya selama lima tahun masa pemerintahannya. Sehingga dengan demikian arah pembangunan sejak dilantik hingga lima tahun ke depan sudah jelas.

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah antara lain jika pemerintah dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar masyarakatnya, yaitu: pangan, sandang, papan (perumahan), pendidikan, dan kesehatan. Selain itu kepala daerah harus mampu melihat suatu permasalahan secara komprehensif dan integratif, jangan sampai terjebak hanya melihat secara sektoral dan parsial, ataupun keuntungan jangka pendek.

Jangan sampai seorang kepala daerah tidak tahu harus berbuat apa. Jika demikian, pemerintahan akan berjalan tak tentu arah. Sehingga pada akhirnya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya.

Pilar Ketiga: Sistem

Artinya pemerintahan harus berjalan berdasarkan sistem, bukan tergantung pada figur. Sangat penting bagi kepala daerah untuk membangun sistem pemerintahan yang kuat.

Beberapa sistem yang harus dibangun agar pemerintahan dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan aset daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan pemilihan rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan.

Sistem yang dimaksud di sini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan ingin berjalan lebih efisien dan efektif.

Penerapan sistem-sistem tersebut akan mendorong terjadinya 3G (Good Government Governance), yang pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Pilar Keempat: Investasi

Tidaklah mungkin suatu pemerintahan daerah hanya mengandalkan dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Mengapa ? Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk pembangunan.

Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan laut, bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel. Sedangkan infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan dana APBD saja.

Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak mau pemerintah daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala daerah harus dapat menciptakan iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di daerahnya.

Setidaknya ada empat stakeholder yang harus diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang investasi, yaitu pihak investor, pemerintah daerah, masyarakat, dan lingkungan. Investor tentunya berkepentingan agar dana yang dinvestasikannya menghasilkan profit yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan dalam berinvestasi. Pihak pemerintah daerah ingin agar pendapatan asli daerahnya (PAD) meningkat. Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap terjaga kelestariannya. Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya secara jangka panjang terjadi pengrusakan lingkungan.

Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan dan model investasi yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut.
Demikianlah empat pilar pembangunan yang dapat dijadikan bekal bagi kepala daerah dalam memimpin daerahnya. Selamat berjuang pak Gubernur, Bupati, dan Walikota ! Harapan rakyat ada di pundak anda.

AddThis Social Bookmark Button


 

Design by Amanda @ Blogger Buster